Kamis, 10 Juli 2014

MASA KANAK-KANAK AWAL



MASA KANAK-KANAK AWAL


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Saliyo, S.Ag, M.Si



Disusun Oleh :

1.    Naila Hulala                    : 111333
2.    Dwi Puspita Sari             : 111334
3.    Titien Malichatin            : 111335

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
2014
A.  Pendahuluan
Masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan saat di mana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Bagi kebanyakan anak-anak seringkali dianggap tidak ada akhirnya sewaktu mereka tidak sabar menunggu saat didambakan yakni pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan anak-anak lagi melainkan “Orang Dewasa” masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan.[1]
Masa kanak-kanak awal berlangsung dari 2 tahun sampai 6 tahun, oleh para pendidik dinamakan sebagai usia pra-sekolah. Perkembangan fisik pada masa ini berjalan lambat tetapi kebiasaan fisiologis yang dasarnya diletakkan pada masa bayi menjadi cukup baik. Pada saat masa awal kanak-kanak dianggap sebagai saat belajar  untuk mencapai berbagai keterampilan dan senang mencoba hal-hal baru.
Dalam periode pertumbuhan merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat cepat, terutama pada tahun-tahun pertama terjadi saat bayi lahir akhir dewasa muda. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai psikologi perkembangan pada masa kanak-kanak awal.

B.  Rumusan Masalah
Dari pendahuluan di atas tentunya banyak pertanyaan yang muncul mengenai landasan bimbingan dan konseling, diantaranya adalah:
1.    Bagaimana perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal ?
2.    Bagaimana perkembangan intelektual pada masa kanak-kanak awal ?
3.    Bagaimana perkembangan social-emosional pada masa kanak-kanak awal ?
4.    Bagaimana perkembangan moral pada masa kanak-kanak awal ?





C.  Pembahasan
1.    Perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal
a.    Pertumbuhan tinggi dan berat badan
Pertumbuhan masa kanak-kanak awal tidak terjadi sepesat pada masa bayi, (Santrock, 2002 ; Monk., 1998). Pada tahun pertama, bayi tumbuh dengan pesat, pada tahun kedua, pertumbuhan mulai melambat, dan pada tahun ketiga, pertumbuhan semakin melambat. Pada masa kanak-kanak awal, rata-rata anak bertambah tinggi 6,25 cm setiap tahun, dan bertambah berat 2,5-3,5 kg setiap tahun. Pada usia 6 tahun berat harus kurang lebih mencapai tujuh kali berat pada waktu lahir.
Postur tubuh anak pada masa kanak-kanak awal ada yang berbentuk gemuk (endomorfik), berotot (mesomorfik) dan ada juga yang relatif kurus (ektomorfik). Perbandingan tubuhnya sangat berubah tidak lagi seperti bayi, namun gumpalan pada bagian-bagian tubuh berangsur-angsur berkurang  dan tubuh cenderung berbentuk kerucut, dengan perut yang rata (tidak buncit), dada lebih bidang dan rata, bahu lebih luas dan lebih persegi. Lengan dan kaki lebih panjang dan lebih lurus, tangan dan kaki tumbuh lebih besar.
Tulang dan otot anak mengalami tingkat pengerasan yang bervariasi pada bagian-bagian tubuh. Otot menjadi lebih besar, lebih kuat dan berat, sehingga anak lebih kurus meskipun beratnya bertambah. Selain itu selama 4-6 bulan pertama dari awal  masa kanak-kanak, 4 gigi bayi yang terakhir yakni geraham belakang muncul. Selama setengah tahun terkhir gigi bayi mulai tanggal yakni gigi seri tengah yang pertama kali lepas, dan digantikan gigi tetap. Akhir dari masa kanak-kanak awal biasanya anak memiliki satu atau dua gigi tetap di depan dan beberapa celah dimana gigi tetap akan muncul.[2]  
b.    Perkembangan motorik masa kanak-kanak awal
Awal masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk mempelajari keterampilan tertentu, karena menurut Hurlock (1992) ada tiga alasan[3], yakni :
1)   Anak senang mengulang-ulang, sehingga dengan senang hati mau mengulang suatu aktifitas sampai terampil.
2)   Anak-anak bersifat pemberani, sehingga tidak terhambat rasa takut kalau mengalami sakit atau diejek teman-teman sebagaimana ditakuti oleh anak yang lebih besar.
3)   Anak mudah dan cepat belajar karena tubuh mereka masih lentur dan keterampilan yang dimiliki baru sedikit, sehingga keterampilan yang baru dikuasai tidak mengganggu keterampilan yang sudah ada.
Secara singkat perkembangan motorik pada masa anak-anak awal dapat dilihat dalam tabel berikut[4]:
Usia/Tahun
Motorik Kasar
Motorik Halus
2,6-3,5
Berjalan dengan baik; berlari lurus kedepan; melompat
Meniru sebuah lingkaran; tulisan cakar ayam; dapat makan menggunakan sendok; menyusun beberapa kotak
3,5-4,5
Berjalan dengan 80% langkah orang dewasa; berlari 1/3 kecepatan orang dewasa; melempar dan menangkap bola besar, tetapi lengan masih kaku
Mengancingkan baju; meniru bentuk sederhana; membuat gambar sederhana
4,5-5,5
Menyeimbangkan badan di atas suatu kaki; berlari jauh tanpa jatuh; dapat berenang dalam air yang dangkal
Mengguntung; menggambar orang; meniru angka dan huruf sederhana; membuat susunan yang kompleks dengan kotak-kotak
2.    Perkembangan intelektual pada masa kanak-kanak awal
a.    Perkembangan kognisi
Pada masa kanak-kanak awal, anak berfikir konvergen menuju ke suatu jawaban yang paling mungkin dan paling benar terhadap suatu persoalan. Menurut teori perkembangan kognitif piaget, anak pada masa kanak-kanak awal berada pada tahap perkembangan praoperasional (2-7 tahun), istilah praoperasional menunjukkan pada pengertian belum matangnya cara kerja pikiran. Pemikiran pada tahap praoperasional masih kacau dan belum terorganisasi dengan baik (Santrock, 2002), yang sering dikatakan anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis.[5]
Adapun ciri-ciri berpikir pada tahap praoperasional adalah sebagai berikut[6] :
1)   Anak mulai menguasai fungsi simbolis: sebagai akibatnya, anak mulai mampu bermain pura-pura (pretend play), disamping  itu penguasaan bahasa menjadi semakin sistematis.
2)   Terjadi tingkah laku imitasi : anak suka melakukan peniruan besar-besaran, terutama pada kakak atau teman yang lebih besar usianya dan dari jenis kelamin yang sama.
3)   Cara berfikir anak egosentris yaitu suatu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif (sudut pandang) seseorang dengan perspektif orang lain.
4)   Cara berfikir anak centralized yaitu terpusat pada satu dimensi saja.
5)   Berpikir tidak dapat dibalik; operasi logis anak pada masa ini belum dapat dibalik.
6)   Berpikir terarah statis artinya dalam berpikir anak tidak pernah memperhatikan dinamika proses terjadinya sesuatu.
Dari ciri-ciri berfikir yang sudah diuraikan tersebut menunjukkan bahwa cara berfikir anak masih banyak kekurangannya.
b.    Perkembangan bahasa dan bicara
Bahasa merupakan suatu kelebihan untuk umat manusia. Dengan menggunakan bahasa orang mampu membedakan antara subjek dan objek. Anak mempunyai kesanggupan untuk menyatakan apa yang terkandung dalam pikirannya dengan suara. Potensi itu mempunyai kemungkinan besar untuk dikembangkan. Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dapat diklasifikasikan ke dalam 2 tahap, yaitu: masa usia anak 2-2 tahun 6 bulan dan masa usia anak 2 tahun 6 bulan- 6 tahun.
Kemampuan bahasa juga terus meningkatkan pada anak usia dini. Bahasa adalah hasil dari kemampuan seorang anak untuk menggunakan simbol-simbol. Dengan demikian, sebagai otak mereka berkembang dan memperoleh kemampuan untuk berpikir representasional, anak-anak juga memperoleh dan memperbaiki kemampuan bahasa.[7] Hal ini  menjadikan anak lebih mudah menangkap dan meniru ucapan atau ungkapan dari orang-orang yang dekat dengan ia.
Disini harus dibedakan adanya dua macam peniruan yaitu[8]:
1)     Peniruan sepontan bahasa orang lain, biasanya bahasa orang tua.
2)     Peniruan yang dilakukan anak sesudah anak menerima tugas untuk melakukan itu.
Jadi biasanya bila anak menirukan secara sepontan maka kalimat yang ditirukan itu diulang kembali dengan tata bahasa anak sendiri dan tentunya yang lebih mudah baginya.
Menurut Karl Buhler, ada tiga faktor yang menentukan dalam teori bahasa yakni[9] :
1)   Kundgabe (Appell) yakni fungsi bahasa untuk menyatakan apa yang terjadi dalam si pembicara, misalnya anak menjerit ketakutan atau bersorak gembira, ini merupakan fungsi kundgabe yang dapat menimbulkan fungsi Auslosung.
2)   Auslosung (Ausdruck), yakni fungsi untuk menimbulkan reaksi sosial, misal mengajak pergi ke toko atau ke sekolah. Dalam hubunganya dengan orang lain, ternyata fungsi yang pertama (Auslosung) juga dapat menimbulkan reaksi sosial, misal anak menjerit maka akan menimbulkan reaksi terkejut dari orang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa Kudgabe memiliki hubungan dengan Auslosung.
3)   Darstellung yakni fungsi untuk melukiskan suatu keadaan secara obyektif, meletakkan atau mengerti hubungan antara hal yang satu dengan yang lain, dapat memformulasi ide-ide. 
Menurut Karl Buhler seorang anak harus mengalami tiga fungsi bahasa di atas yang akhirnya sampai pada Darstellung dengan syarat apabila lingkungan memberikan masukan pada anak tersebut, karena perkembangan bahasa anak dipengaruhi imitasi. Jadi bila tidak ada yang ditiru atau diimitasi, maka tidak ada input perkembangan bahasa. Selain itu perlu adanya respon dari keliling, yakni dari orang-orang yang ada di sekitar anak untuk menanggapi tingkah laku anak.

3.    Perkembangan sosial-emosional pada masa kanak-kanak awal
Banyak keluarga dan pendidik anak usia dini menekankan pentingnya perkembangan sosial selama masa kanak-kanak awal atau tahun-tahun prasekolah. Aspek-aspek perkembangan sosial emosional anak-anak prasekolah dapat menjadi bagian integral dari perekembangan area lainya, seperti perkembangan aspek kognitif dan perkembangan motorik.
a.    Elemen-elemen sosial dari bermain
Selama masa prasekolah, banyak anak yang mulai mengadakan hubungan dekat dengan orag-orang non keluarga. Pada saat anak menjelajahi dunia prasekolah, mereka mengalami serangkaian situasi sosial yang baru dan bervariasi. Beberapa situasi baru berhubungan dengan bermain.
Pada masa prasekolah ada peralihan pola bermain anak, dari permainan soliter ke permainan pararel, yaitu anak berdekatan dengan orang-orang lain ketika mereka bermain.
b.    Otonomi dan inisiatif yang berkembang
Anak-anak prasekolah yang awalnya hanya memperhatikan kebutuhan dan keinginan sendiri dengan ketergantungan yang kuat pada pemeliharaan keluarga beralih ke tempat kemandirin yang lebih tinggi dan penguasaan terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat ketika anak dapat  memperhatikan kebutuhan orang lain, dan dalam proses perkembangan keterampilan untuk bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Erikson, anak prasekolah dalam perkembangan sosialnya berada pada peralihan dari tahap “ otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu” ke tahap “inisiatif  vs rasa bersalah”.
c.    Perasaan tentang diri (self)
Pada saat berinetraksi dengan orang lain, anak prasekolah mengembangkan perasaan tentang dirinya  sering disebut konsep diri. Anak prasekolah bila dimintai untuk menggambarkan diri mereka cenderung menggunakan tanda-tanda fisik sebagai acuan. Misal : “ saya berusia 4,5 tahun.” “saya seorang anak perempuan”, “rambut saya panjang”, dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat ini anak makin sadar akan innerself-nya, yang isinya pikiran-pikiran pribadi dan imajinasi tentang dir mereka sendiri.
Berkaitan dengan konsep diri, anak akan mengembangkan self-esteem (penghargaan diri), yaitu perasaan tentang seberapa diri mereka berharga, meliputi bidang prestasi akademik, keterampilan sosial, dan penampilan fisik mereka. Anak-anak dengan self-esteem positif biasanya percaya diri, berprestasi, mandiri dan ramah; sedangkan anak dengan self-esteem negatif digambarkan sebgai anak yang ragu-ragu, tidak mampu, tergantung, dan menarik diri.[10]
d.   Hubungan teman sebaya
Anak yang popular umumnya mampu menginterpretasikan, memprediksi, dan merespon perilaku orang lain. Mereka disukai dan dicari anak-anak lain sebagai teman, sehingga terlibat dalam interaksi yang makin kompleks. Interaksi demikian dapat makin meningkatkan kemampuan anak, tidak hanya dalam keterampilan social, tetapi juga kemampuan kognitifnya.
Sementara anak yang ditolak dan disolasikan oleh anak-anak lain taerbukti memiliki keterampilan social lebih rendah, dan berakibat pada interaksi yang kurang kompleks dan kurang menyenangkan. Anak prasekolah yang ditolak dapat terjerat dalam lingkaran penolakan yang terus-nenerus hingga tahun berikut dalam perkembanganya.
e.    Konflik sosial
Apabila seorang anak tidak dapat mengatasi konflik sosial secara verbal, maka ia akan beralih menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasinya. Dalam hal ini, pendidik perlu membantu anak bagaimana  cara mengungkapkan perasaanya secara verbal, dan mengatasi konflik sosial yang ada secara verbal pula. Misal, “harap jangan mengambil balok biru itu dari saya, saya membutuhkanya untuk membuat bangunan rumah”. Dengan demikian pendidik telah membantu anak menyatakan perasaanya, dan mengatasi situasi konflik social dengan model yang baik.
f.     Perilaku prososial
Perilaku prososial terlibat apabila anak menunjukkan empati atau altruism. Anak-anak prasekolah sering menunujukan perilaku agresif untuk mempertahankan mainanya.
Sebagai pendidik penting untuk memberikan model tentang perilaku prososial kepada anak-anak tersebut. Salah satu kunci penting untuk memahami orang lain ialah kemampuan untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku orang dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda. Dengan bermain permainan sosiodrama, pendidik dapat mengajarkan anak untuk mencoba berpikir dari sudut pandang orang lain, yang tidak semata-mata dari sudut pandanganya sendiri.
g.    Ketakutan-ketakutan anak
Sejak dini, anak kecil sudah mampu merasa dan mengekspresikan emosinya, seperti senang, marah, susah dan takut. Pada tahun-tahun berikutnya, anak mengalami emosi lain seperti malu, rasa bersalah, dan bangga. Pada masa prasekolah, anak tidak hanya mengembangkan emosi-emosi tersebut, tetapi juga cara mengendalikanya. Pada masa ini juga, anak sudah mampu menggunakan bahasa unuk memberi nama pada emosi yang dialami. Missal : mengatakan “ saya takut”.
h.    Pemahaman gender
Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial pada masa awal anak-anak. Istilah gender dimaksudkan sebagai tingkah laku dan sikap yang diasosiasikan dengan laki-laki atau permpuan.[11]
Pada usia kurang lebih 2 tahun anak mengguanakan istilah yang berkaitan dengan gender, seperti anak laki-laki, anak perempuan, ayah, ibu,” dan cenderung menunjukkan kesenanganya pada mainan yang sesuai dengan jenis kelaminya.
Menjelang usia prasekolah, anak sering menerapkan sejumlah hukum-hukum gender, seperti “ anak perempuan tidak dapat menjadi polisi”. Hukum-hukum demikian sering mencermikan pemahaman yang kurang benar tentang perbedaan biologis antara wanita dan laki-laki, dan sekaligus merupakan informasi yang stereotip.

4.    Perkembangan moral pada masa kanak-kanak awal
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara, dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.[12]
Dengan mengambil sudut pandang orang lain, akan membantu anak memahami apa yang benar dan apa yang salah. Melalui interaksi anak dengan orang lain, ia segera menangkap apa yang diharapkan dalam situasi sosial, dan anak akan sampai pada perkembangan sejumlah pemahaman sosial. Misalnya, ada sejumlah peraturan sosial seperti mengatakan “ Tolong,…” Terima kasih”,  kata-kata tersebut akan membantu mereka mendapatkan objek yang mereka inginkan. Ketika anak berinteraksi, mereka akan berhubungan dengan konsep tentang keadilan, kejujuran, kewajiban dan kebaikan. Oleh karena itu Damon menyatakan bahwa kesadaran moral anak diperoleh dari pengalaman sosial yang normal.
Awal masa kanak-kanak ditandai dengan apa yang oleh Piaget disebut “moralitas melalui pelaksanaan”. Dalam tahap perkembangan moral ini anak-anak secara otomatis mengikuti peraturan-peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan ia menganggap orang-orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Ia juga menilai semua perbuatan sebagai benar atau salah berdasarkan akibat-akibatnya dan bukan berdasarkan pada motivasi yang mendasarinya.
Kohlberg memperinci dan memperluas tahap-tahap perkembangan moral Piaget dengan memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan pertama ini yang disebutnya sebagai “moral prakonvensional”. Dalam tahap pertama, anak-anak berorientasi patuh dan hukuman dalam arti ia menilai benar salahnya perbuatan berdasarkan akibat-akibat fisik dari perbuatan itu. Dalam tahap kedua, anak-anak menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh pujian.[13]

D.  Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi perkembangan masa kanak-kanak awal meliputi perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan sosial-emosional dan perkembangan moral. Perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan serta perkembangan motorik.
Perkembangan intelektual pada masa kanak-kanak awal, meliputi perkembangan kognisi serta perkembangan bahasa dan bicara. Sedangkan perkembangan sosial-emosional pada masa kanak-kanak awal meliputi, Elemen-elemen sosial dari bermain, Otonomi dan inisiatif yang berkembang, Perasaan tentang diri (self), Hubungan teman sebaya, Konflik sosial, Perilaku prososial, Ketakutan-ketakutan anak, Pemahaman gender.
Dan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Kohlberg memperinci dan memperluas tahap-tahap perkembangan moral Piaget dengan memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan pertama ini yang disebutnya sebagai “moral prakonvensional”. Dalam tahap kedua, anak-anak menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh pujian.


DAFTAR PUSTAKA

Agus Sujanto. 1977.  Psikologi perkembangan.  Aksara Baru: Surabaya
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung
F.J. Moks, A.M.P knors dan Siti Rahayu Haditono. 1992. Psikologi perkembangan, Cetakan VIII. Gajah Mada University Press: Yogyakarta
Muzdalifah M Rahaman. 2011. Psikologi Perkembangan. STAIN Kudus: Kudus
Rita Eka Izzaty,dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. UNY Press: Yogyakarta
Wiji Hidayati dan Sri Purnami. 2008. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Teras


[1] Desmita, Psikologi Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm.127
[2] Rita Eka Izzaty,dkk, Perkembangan Peserta Didik, UNY Press, Yogyakarta, 2008, hlm.86
[3] Ibid, hlm.86-87
[4] Desmita, Op.Cit, hlm.129
[5] Wiji Hidayati dan Sri Purnami,  Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Teras, 2008, hlm.118
[6] Rita Eka Izzaty,dkk, Op.Cit, hlm.88-89
[7] Agus Sujanto, Psikologi perkembangan, Surabaya, Aksara Baru, 1977, hlm.27
[8] F.J. Moks, A.M.P knors dan Siti Rahayu Haditono, Psikologi perkembangan, Cetakan VIII, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1992, hlm.162
[9] Rita Eka Izzaty,dkk, Op.Cit, hlm.90
[10] Ibid, hlm.92-94
[11] Desmita, Op.Cit, hlm.146
[12] Ibid, hlm.149
[13] Muzdalifah M Rahaman, Psikologi Perkembangan, STAIN Kudus, Kudus, 2011, hlm.59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar