MASA KANAK-KANAK AWAL
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Saliyo, S.Ag, M.Si
Disusun Oleh :
1.
Naila Hulala : 111333
2.
Dwi Puspita
Sari :
111334
3.
Titien
Malichatin : 111335
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
2014
A. Pendahuluan
Masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam
rentang kehidupan saat di mana individu relatif tidak berdaya dan tergantung
pada orang lain. Bagi kebanyakan anak-anak seringkali dianggap tidak ada
akhirnya sewaktu mereka tidak sabar menunggu saat didambakan yakni pengakuan
dari masyarakat bahwa mereka bukan anak-anak lagi melainkan “Orang Dewasa” masa
kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan.[1]
Masa kanak-kanak awal berlangsung dari 2 tahun sampai
6 tahun, oleh para pendidik dinamakan sebagai usia pra-sekolah. Perkembangan
fisik pada masa ini berjalan lambat tetapi kebiasaan fisiologis yang dasarnya
diletakkan pada masa bayi menjadi cukup baik. Pada saat masa awal kanak-kanak
dianggap sebagai saat belajar untuk
mencapai berbagai keterampilan dan senang mencoba hal-hal baru.
Dalam periode pertumbuhan merupakan tahap pertumbuhan
dan perkembangan berlangsung sangat cepat, terutama pada tahun-tahun pertama
terjadi saat bayi lahir akhir dewasa muda. Untuk itu dalam makalah ini akan
dibahas mengenai psikologi perkembangan pada masa kanak-kanak awal.
B. Rumusan
Masalah
Dari pendahuluan di atas tentunya banyak pertanyaan
yang muncul mengenai landasan bimbingan dan konseling, diantaranya adalah:
1.
Bagaimana perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal ?
2.
Bagaimana perkembangan
intelektual pada masa kanak-kanak awal ?
3.
Bagaimana perkembangan
social-emosional pada masa kanak-kanak awal ?
4.
Bagaimana perkembangan moral pada masa kanak-kanak awal ?
C. Pembahasan
1.
Perkembangan
fisik pada masa kanak-kanak awal
a. Pertumbuhan tinggi dan berat badan
Pertumbuhan masa kanak-kanak awal tidak terjadi
sepesat pada masa bayi, (Santrock, 2002 ; Monk., 1998). Pada tahun pertama,
bayi tumbuh dengan pesat, pada tahun kedua, pertumbuhan mulai melambat, dan
pada tahun ketiga, pertumbuhan semakin melambat. Pada masa kanak-kanak awal,
rata-rata anak bertambah tinggi 6,25 cm setiap tahun, dan bertambah berat
2,5-3,5 kg setiap tahun. Pada usia 6 tahun berat harus kurang lebih mencapai
tujuh kali berat pada waktu lahir.
Postur tubuh anak pada masa kanak-kanak awal ada yang
berbentuk gemuk (endomorfik), berotot (mesomorfik) dan ada juga yang relatif
kurus (ektomorfik). Perbandingan tubuhnya sangat berubah tidak lagi seperti
bayi, namun gumpalan pada bagian-bagian tubuh berangsur-angsur berkurang dan tubuh cenderung berbentuk kerucut, dengan
perut yang rata (tidak buncit), dada lebih bidang dan rata, bahu lebih luas dan
lebih persegi. Lengan dan kaki lebih panjang dan lebih lurus, tangan dan kaki
tumbuh lebih besar.
Tulang dan otot anak mengalami tingkat pengerasan yang
bervariasi pada bagian-bagian tubuh. Otot menjadi lebih besar, lebih kuat dan
berat, sehingga anak lebih kurus meskipun beratnya bertambah. Selain itu selama
4-6 bulan pertama dari awal masa
kanak-kanak, 4 gigi bayi yang terakhir yakni geraham belakang muncul. Selama
setengah tahun terkhir gigi bayi mulai tanggal yakni gigi seri tengah yang
pertama kali lepas, dan digantikan gigi tetap. Akhir dari masa kanak-kanak awal
biasanya anak memiliki satu atau dua gigi tetap di depan dan beberapa celah
dimana gigi tetap akan muncul.[2]
b. Perkembangan motorik masa kanak-kanak awal
Awal masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk
mempelajari keterampilan tertentu, karena menurut Hurlock (1992) ada tiga
alasan[3],
yakni :
1)
Anak senang mengulang-ulang, sehingga dengan senang
hati mau mengulang suatu aktifitas sampai terampil.
2)
Anak-anak bersifat pemberani, sehingga tidak terhambat
rasa takut kalau mengalami sakit atau diejek teman-teman sebagaimana ditakuti
oleh anak yang lebih besar.
3)
Anak mudah dan cepat belajar karena tubuh mereka masih
lentur dan keterampilan yang dimiliki baru sedikit, sehingga keterampilan yang
baru dikuasai tidak mengganggu keterampilan yang sudah ada.
Secara singkat perkembangan motorik pada masa
anak-anak awal dapat dilihat dalam tabel berikut[4]:
Usia/Tahun
|
Motorik Kasar
|
Motorik Halus
|
2,6-3,5
|
Berjalan dengan baik;
berlari lurus kedepan; melompat
|
Meniru sebuah lingkaran;
tulisan cakar ayam; dapat makan menggunakan sendok; menyusun beberapa kotak
|
3,5-4,5
|
Berjalan dengan 80%
langkah orang dewasa; berlari 1/3 kecepatan orang dewasa; melempar dan
menangkap bola besar, tetapi lengan masih kaku
|
Mengancingkan baju; meniru
bentuk sederhana; membuat gambar sederhana
|
4,5-5,5
|
Menyeimbangkan badan di
atas suatu kaki; berlari jauh tanpa jatuh; dapat berenang dalam air yang
dangkal
|
Mengguntung; menggambar
orang; meniru angka dan huruf sederhana; membuat susunan yang kompleks dengan
kotak-kotak
|
2.
Perkembangan
intelektual pada masa kanak-kanak awal
a. Perkembangan kognisi
Pada masa kanak-kanak awal, anak berfikir konvergen
menuju ke suatu jawaban yang paling mungkin dan paling benar terhadap suatu
persoalan. Menurut teori perkembangan kognitif piaget, anak pada masa
kanak-kanak awal berada pada tahap perkembangan praoperasional (2-7 tahun),
istilah praoperasional menunjukkan pada pengertian belum matangnya cara kerja
pikiran. Pemikiran pada tahap praoperasional masih kacau dan belum
terorganisasi dengan baik (Santrock, 2002), yang sering dikatakan anak belum
mampu menguasai operasi mental secara logis.[5]
Adapun ciri-ciri berpikir pada tahap praoperasional
adalah sebagai berikut[6]
:
1)
Anak mulai menguasai fungsi simbolis: sebagai akibatnya,
anak mulai mampu bermain pura-pura (pretend
play), disamping itu penguasaan
bahasa menjadi semakin sistematis.
2)
Terjadi tingkah laku imitasi : anak suka melakukan
peniruan besar-besaran, terutama pada kakak atau teman yang lebih besar usianya
dan dari jenis kelamin yang sama.
3)
Cara berfikir anak egosentris yaitu suatu
ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif (sudut pandang) seseorang
dengan perspektif orang lain.
4)
Cara berfikir anak centralized
yaitu terpusat pada satu dimensi saja.
5)
Berpikir tidak dapat dibalik; operasi logis anak pada
masa ini belum dapat dibalik.
6)
Berpikir terarah statis artinya dalam berpikir anak
tidak pernah memperhatikan dinamika proses terjadinya sesuatu.
Dari ciri-ciri berfikir yang sudah diuraikan tersebut
menunjukkan bahwa cara berfikir anak masih banyak kekurangannya.
b. Perkembangan bahasa dan bicara
Bahasa merupakan suatu kelebihan
untuk umat manusia. Dengan menggunakan bahasa orang mampu membedakan antara
subjek dan objek. Anak mempunyai kesanggupan untuk menyatakan apa yang
terkandung dalam pikirannya dengan suara. Potensi itu mempunyai kemungkinan
besar untuk dikembangkan. Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 tahap, yaitu: masa usia anak 2-2 tahun 6 bulan dan
masa usia anak 2 tahun 6 bulan- 6 tahun.
Kemampuan bahasa juga terus meningkatkan pada anak usia dini. Bahasa adalah
hasil dari kemampuan seorang anak untuk menggunakan simbol-simbol. Dengan
demikian, sebagai otak mereka berkembang dan memperoleh kemampuan untuk
berpikir representasional, anak-anak juga memperoleh dan memperbaiki kemampuan
bahasa.[7]
Hal ini menjadikan anak lebih mudah menangkap dan meniru ucapan atau
ungkapan dari orang-orang yang dekat dengan ia.
Disini harus dibedakan adanya dua macam peniruan yaitu[8]:
1) Peniruan
sepontan bahasa orang lain, biasanya bahasa orang tua.
2) Peniruan
yang dilakukan anak sesudah anak menerima tugas untuk melakukan itu.
Jadi biasanya bila anak menirukan secara sepontan maka kalimat yang
ditirukan itu diulang kembali dengan tata bahasa anak sendiri dan tentunya yang
lebih mudah baginya.
Menurut Karl Buhler, ada tiga faktor yang menentukan
dalam teori bahasa yakni[9]
:
1) Kundgabe (Appell) yakni fungsi bahasa untuk menyatakan apa yang terjadi
dalam si pembicara, misalnya anak menjerit ketakutan atau bersorak gembira, ini
merupakan fungsi kundgabe yang dapat
menimbulkan fungsi Auslosung.
2) Auslosung (Ausdruck), yakni fungsi untuk
menimbulkan reaksi sosial, misal mengajak pergi ke toko atau ke sekolah. Dalam
hubunganya dengan orang lain, ternyata fungsi yang pertama (Auslosung) juga dapat menimbulkan reaksi sosial, misal anak
menjerit maka akan menimbulkan reaksi terkejut dari orang lain. Jadi dapat
dikatakan bahwa Kudgabe memiliki
hubungan dengan Auslosung.
3) Darstellung yakni fungsi untuk
melukiskan suatu keadaan secara obyektif, meletakkan atau mengerti hubungan
antara hal yang satu dengan yang lain, dapat memformulasi ide-ide.
Menurut Karl Buhler seorang
anak harus mengalami tiga fungsi bahasa di atas yang akhirnya sampai pada
Darstellung dengan syarat apabila lingkungan memberikan masukan pada anak
tersebut, karena perkembangan bahasa anak dipengaruhi imitasi. Jadi bila tidak
ada yang ditiru atau diimitasi, maka tidak ada input perkembangan bahasa.
Selain itu perlu adanya respon dari keliling, yakni dari orang-orang yang ada
di sekitar anak untuk menanggapi tingkah laku anak.
3.
Perkembangan sosial-emosional
pada masa kanak-kanak awal
Banyak
keluarga dan pendidik anak usia dini menekankan pentingnya perkembangan sosial selama
masa kanak-kanak awal atau tahun-tahun prasekolah. Aspek-aspek perkembangan sosial
emosional anak-anak prasekolah dapat menjadi bagian integral dari perekembangan
area lainya, seperti perkembangan aspek kognitif dan perkembangan motorik.
a. Elemen-elemen sosial dari bermain
Selama masa prasekolah, banyak anak yang mulai
mengadakan hubungan dekat dengan orag-orang non keluarga. Pada saat anak
menjelajahi dunia prasekolah, mereka mengalami serangkaian situasi sosial yang
baru dan bervariasi. Beberapa situasi baru berhubungan dengan bermain.
Pada masa prasekolah ada peralihan pola bermain anak,
dari permainan soliter ke permainan pararel, yaitu anak berdekatan dengan
orang-orang lain ketika mereka bermain.
b. Otonomi dan inisiatif yang berkembang
Anak-anak prasekolah yang awalnya hanya memperhatikan
kebutuhan dan keinginan sendiri dengan ketergantungan yang kuat pada
pemeliharaan keluarga beralih ke tempat kemandirin yang lebih tinggi dan
penguasaan terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat ketika anak dapat memperhatikan kebutuhan orang lain, dan dalam
proses perkembangan keterampilan untuk bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Erikson, anak prasekolah dalam perkembangan
sosialnya berada pada peralihan dari tahap “ otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu”
ke tahap “inisiatif vs rasa bersalah”.
c. Perasaan tentang diri (self)
Pada saat berinetraksi dengan orang lain, anak
prasekolah mengembangkan perasaan tentang dirinya sering disebut konsep diri. Anak prasekolah
bila dimintai untuk menggambarkan diri mereka cenderung menggunakan tanda-tanda
fisik sebagai acuan. Misal : “ saya berusia 4,5 tahun.” “saya seorang anak
perempuan”, “rambut saya panjang”, dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat ini
anak makin sadar akan innerself-nya,
yang isinya pikiran-pikiran pribadi dan imajinasi tentang dir mereka sendiri.
Berkaitan dengan konsep diri, anak akan mengembangkan self-esteem (penghargaan diri), yaitu
perasaan tentang seberapa diri mereka berharga, meliputi bidang prestasi
akademik, keterampilan sosial, dan penampilan fisik mereka. Anak-anak dengan self-esteem positif biasanya percaya
diri, berprestasi, mandiri dan ramah; sedangkan anak dengan self-esteem negatif digambarkan sebgai
anak yang ragu-ragu, tidak mampu, tergantung, dan menarik diri.[10]
d. Hubungan teman sebaya
Anak yang popular umumnya mampu menginterpretasikan,
memprediksi, dan merespon perilaku orang lain. Mereka disukai dan dicari
anak-anak lain sebagai teman, sehingga terlibat dalam interaksi yang makin
kompleks. Interaksi demikian dapat makin meningkatkan kemampuan anak, tidak
hanya dalam keterampilan social, tetapi juga kemampuan kognitifnya.
Sementara anak yang ditolak dan disolasikan oleh
anak-anak lain taerbukti memiliki keterampilan social lebih rendah, dan
berakibat pada interaksi yang kurang kompleks dan kurang menyenangkan. Anak
prasekolah yang ditolak dapat terjerat dalam lingkaran penolakan yang
terus-nenerus hingga tahun berikut dalam perkembanganya.
e. Konflik sosial
Apabila seorang anak tidak dapat mengatasi konflik sosial
secara verbal, maka ia akan beralih menggunakan kekerasan fisik untuk
mengatasinya. Dalam hal ini, pendidik perlu membantu anak bagaimana cara mengungkapkan perasaanya secara verbal,
dan mengatasi konflik sosial yang ada secara verbal pula. Misal, “harap jangan
mengambil balok biru itu dari saya, saya membutuhkanya untuk membuat bangunan
rumah”. Dengan demikian pendidik telah membantu anak menyatakan perasaanya, dan
mengatasi situasi konflik social dengan model yang baik.
f. Perilaku prososial
Perilaku prososial terlibat apabila anak menunjukkan
empati atau altruism. Anak-anak prasekolah sering menunujukan perilaku agresif
untuk mempertahankan mainanya.
Sebagai pendidik penting untuk memberikan model
tentang perilaku prososial kepada anak-anak tersebut. Salah satu kunci penting
untuk memahami orang lain ialah kemampuan untuk memprediksi dan menjelaskan
perilaku orang dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda. Dengan bermain
permainan sosiodrama, pendidik dapat mengajarkan anak untuk mencoba berpikir
dari sudut pandang orang lain, yang tidak semata-mata dari sudut pandanganya
sendiri.
g. Ketakutan-ketakutan anak
Sejak dini, anak kecil sudah mampu merasa dan
mengekspresikan emosinya, seperti senang, marah, susah dan takut. Pada
tahun-tahun berikutnya, anak mengalami emosi lain seperti malu, rasa bersalah,
dan bangga. Pada masa prasekolah, anak tidak hanya mengembangkan emosi-emosi
tersebut, tetapi juga cara mengendalikanya. Pada masa ini juga, anak sudah
mampu menggunakan bahasa unuk memberi nama pada emosi yang dialami. Missal :
mengatakan “ saya takut”.
h. Pemahaman gender
Gender merupakan salah satu aspek penting yang
mempengaruhi perkembangan sosial pada masa awal anak-anak. Istilah gender
dimaksudkan sebagai tingkah laku dan sikap yang diasosiasikan dengan laki-laki
atau permpuan.[11]
Pada usia kurang lebih 2 tahun anak mengguanakan
istilah yang berkaitan dengan gender, seperti anak laki-laki, anak perempuan,
ayah, ibu,” dan cenderung menunjukkan kesenanganya pada mainan yang sesuai
dengan jenis kelaminya.
Menjelang usia prasekolah, anak sering menerapkan
sejumlah hukum-hukum gender, seperti “ anak perempuan tidak dapat menjadi
polisi”. Hukum-hukum demikian sering mencermikan pemahaman yang kurang benar
tentang perbedaan biologis antara wanita dan laki-laki, dan sekaligus merupakan
informasi yang stereotip.
4.
Perkembangan
moral pada masa kanak-kanak awal
Perkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang
lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam
dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu,
melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara,
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.[12]
Dengan
mengambil sudut pandang orang lain, akan membantu anak memahami apa yang benar
dan apa yang salah. Melalui interaksi anak dengan orang lain, ia segera
menangkap apa yang diharapkan dalam situasi sosial, dan anak akan sampai pada
perkembangan sejumlah pemahaman sosial. Misalnya, ada sejumlah peraturan sosial
seperti mengatakan “ Tolong,…” Terima kasih”,
kata-kata tersebut akan membantu mereka mendapatkan objek yang mereka
inginkan. Ketika anak berinteraksi, mereka akan berhubungan dengan konsep
tentang keadilan, kejujuran, kewajiban dan kebaikan. Oleh karena itu Damon
menyatakan bahwa kesadaran moral anak diperoleh dari pengalaman sosial yang
normal.
Awal
masa kanak-kanak ditandai dengan apa yang oleh Piaget disebut “moralitas
melalui pelaksanaan”. Dalam tahap perkembangan moral ini anak-anak secara
otomatis mengikuti peraturan-peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan ia
menganggap orang-orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Ia juga menilai
semua perbuatan sebagai benar atau salah berdasarkan akibat-akibatnya dan bukan
berdasarkan pada motivasi yang mendasarinya.
Kohlberg
memperinci dan memperluas tahap-tahap perkembangan moral Piaget dengan
memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan pertama ini yang disebutnya
sebagai “moral prakonvensional”. Dalam tahap pertama, anak-anak berorientasi
patuh dan hukuman dalam arti ia menilai benar salahnya perbuatan berdasarkan
akibat-akibat fisik dari perbuatan itu. Dalam tahap kedua, anak-anak
menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh pujian.[13]
D. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa psikologi perkembangan masa kanak-kanak awal meliputi
perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan sosial-emosional dan
perkembangan moral. Perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal meliputi pertumbuhan
tinggi dan berat badan serta perkembangan motorik.
Perkembangan intelektual
pada masa kanak-kanak awal, meliputi perkembangan kognisi serta perkembangan bahasa
dan bicara. Sedangkan perkembangan sosial-emosional pada masa kanak-kanak awal
meliputi, Elemen-elemen sosial dari bermain, Otonomi dan inisiatif yang berkembang,
Perasaan tentang diri (self), Hubungan teman sebaya, Konflik sosial, Perilaku prososial, Ketakutan-ketakutan anak, Pemahaman
gender.
Dan perkembangan moral adalah perkembangan yang
berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan
tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang
siap untuk dikembangkan. Kohlberg memperinci dan memperluas tahap-tahap
perkembangan moral Piaget dengan memasukkan dua tahapan dari tingkat
perkembangan pertama ini yang disebutnya sebagai “moral prakonvensional”. Dalam
tahap kedua, anak-anak menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh
pujian.
DAFTAR PUSTAKA
Agus
Sujanto. 1977. Psikologi
perkembangan. Aksara Baru: Surabaya
Desmita.
2009. Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung
F.J. Moks,
A.M.P knors dan Siti Rahayu Haditono. 1992. Psikologi perkembangan, Cetakan
VIII. Gajah Mada University Press: Yogyakarta
Muzdalifah
M Rahaman. 2011. Psikologi Perkembangan. STAIN Kudus: Kudus
Rita
Eka Izzaty,dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. UNY Press: Yogyakarta
Wiji
Hidayati dan Sri Purnami. 2008. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Teras
[1]
Desmita, Psikologi Perkembangan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009,
hlm.127
[2]
Rita Eka Izzaty,dkk, Perkembangan Peserta Didik, UNY Press, Yogyakarta,
2008, hlm.86
[3]
Ibid, hlm.86-87
[4]
Desmita, Op.Cit, hlm.129
[6]
Rita Eka Izzaty,dkk, Op.Cit, hlm.88-89
[7]
Agus Sujanto, Psikologi perkembangan, Surabaya,
Aksara Baru, 1977, hlm.27
[8]
F.J. Moks, A.M.P knors dan Siti Rahayu Haditono, Psikologi
perkembangan, Cetakan VIII, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1992,
hlm.162
[9]
Rita Eka Izzaty,dkk, Op.Cit, hlm.90
[10]
Ibid, hlm.92-94
[11]
Desmita, Op.Cit, hlm.146
[12]
Ibid, hlm.149
[13]
Muzdalifah M Rahaman, Psikologi Perkembangan, STAIN Kudus, Kudus, 2011,
hlm.59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar