PENGETIAN DAN RUANG LINGKUP AQIDAH DAN AKHLAK
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Materi & Pembelajaran Aqidah dan Akhlak
MTs & MA
Dosen Pengampu : H. Saiful Mujab, M. S. I
Disusun Oleh :
1.
Bagus Setiyoko : 111310
2.
Siti Karomah :
111322
3.
Dwi Puspita
Sari : 111334
4.
Dlian Indah
Suryani : 111346
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
2014
A. Pendahuluan
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW dan ia adalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal).
Keimanan itu merupakan ‘akidah dan pokok, yang di atasnya berdiri syariat
Islam.[1]
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil
bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Hal
itu terbukti bahwa orang rela mati untuk mempertahankan keyakinannya. Sebagai
contohnya adalah dalam peperangan yang terjadi antara pasukan Islam di bawah
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. dan para sahabatnya melawan pasukan kafir yang terjadi
karena mempertahankan aqidah, bukan karena berebut negeri atau materi. Kaum
musyrik tidak keberatan berbagi materi dengan Nabi, apakah harta, tahta, atau
wanita sekalipun. Sehingga aqidah yang sudah mendarah daging bagi para pemeluknya
tidak bisa dibeli atau ditukarkan dengan benda apapun.[2]
Dengan aqidah akan mengimbangi akhlak seseorang. Akhlak ialah menangnya
keinginan dari beberapa keinginan manusia dengan langsung berturut-turut.
Dengan keterangan ini nyata bahwa orang yang baik ialah orang yang menguasai
keinginan baik dengan langsung berturut-turut, dan sebaliknya orang jahat atau
durhaka.[3]
Dengan demikian, maka penting untuk memahami tentang aqidah dan akhlah.
Sehingga makalah ini akan membahas aqidah
dan akhlak secara rinci.
B. Rumusan
Masalah
Dari pendahuluan di atas tentunya banyak pertanyaan
yang muncul mengenai pengertian dan ruang lingkup aqidah dan akhlak,
diantaranya adalah:
1.
Apa pengertian dari aqidah dan akhlak ?
2.
Bagaimana ruang lingkup aqidah
?
3.
Bagaimana ruang lingkup akhlak
?
C. Pembahasan
1.
Pengertian aqidah dan akhlak
a. Pengertian
Aqidah
Secara
etimologis (lughatan), aqidah berakar dari kata aqada ya’qidu -‘aqdan-aqidatan.
Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah
berarti keyakinan (Al-Munawwir, 1984, hal. 1023). Relevansi antara arti kata
‘aqdan dan ‘aqidah adalah keyakinanan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati,
bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.[4]
Secara
teminologis (ishthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain:
a. Menurut
Hasan al-Banna
اَلْعَقَائِدُهِيَ اْلاُمُوْرُاَّلتِيْ
يَجِبُ اَنْ يُصَدِّ قُ بِهَا قَلْبُكَ وَتَطْمَئِنُّ إِلَيْهَا نَفْسُكَ وَتَكُوْنُ
يَقِيْنًا عِنْدَكَ لَايُمَازِ جُهُ رَيْبٌ وَلَايُخَا لِطُهُ شَكٌّ
“aqa’id
(bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
keberadaannya oleh hati (mu), mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan
yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan’’ ( Al-Banna, tt., hal.
465)
b. Menurut
Abu Bakar Jabir al-Jazairy :
اَلْعَقِيْدَةُهِيَ مَجْمُوْعَةٌ
مِنْ قَضَايَا اْلحَقِّ اْلبَدِهِيَّةِ اْلمُسَلَّمَةِ بِاْلعَقْلِ, وَالسَّمْعِ وَاْلفِطْرَةِ,
يَعْقِدُ عَلَيْهَا اْلِانْسَانُ قَلْبَهُ, وَيُثْنَي عَلَيْهَا صَدْرُهُ جَازِمًا
بِصِحَّتِهَا, قَاطِعًا بِوُجُوْدِهَا وَثُبُوْتِهَالَايَرَى خِلَا فَهَا اَنَّهُ
يُصِحُّ اَوْيَكُوْنُ أَبَدًا
“ aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat
diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah.
Yakni kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran itu” (Al-Jazairy, 1978, hal. 21)
Untuk
lebih memahami kedua definisi di atas kita perlu mengemukakan beberapa catatan
tambahan sebagai berikut[5]:
1. Ilmu
terbagi menjadi dua : pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan
oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri sedangkan ilmu
yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhari.
2. Setiap
manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari
kebenaran, akal akan menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman
menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.
3. Keyakinan
tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan.
4. Aqidah
harus mendatangkan ketenteraman jiwa.
5. Bila
seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang
bertentangn dengan kebenaran itu.
6. Tingkat
keyakinan aqidah seseorang bergatung kepada tingkat pemahamannya terhadap
dalil.
b. Pengertian
Akhlak
Istilah “akhlak” diambil dari
bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yang menurut kamus Marbawi diartikan
sebagai perangai, adat. Kemudian ditranskrip ke dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan.[6] Jadi,
akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara
spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan
spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak
yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila
tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut
akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.
Namun ada yang mengatakan bahwa secara bahasa kata akhlak merupakan isim
jamid atau ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan
kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlak adalah jama’ dari kata
khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagai mana telah
disebutkan diatas. Baik kata akhlak atau khuluq keduanya dapat dijumpai
pemakaiannya dalam al-quran al-sunnah, misalnya terdapat dalam surah Al-Qalam
ayat 4 yang mempunyai arti “budi pekerti” dan surat Al-Syu’ara ayat 137 yang
mempunyai pengertian “adat istiadat”[7]
Ada
beberapa pendapat para pemikir akhlak, untuk memberikan deskripsi akhlak secara
bulat[8]:
1)
Imam Al
Ghazali berpendapat bahwa akhlak adalah gejala jiwa yang dari padanya lahir
tingkah laku perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa pemikiran dan
pertimbangan. Apabila yang lahir dari jiwa itu perbuatan yang baik menurut akal
dan syara’, maka laku perbuatan itu baik. Akan
tetapi apabila yang lahir dari gejala jiwa itu perbuatan buruk maka
perbuatan buruk.
2)
Syekh
Mahmud Syaltut mengatakan bahwa akhlak ialah gejala kejiwaan yang realisasinya
dengan keadaan yang pantas maka dikerjakan dan apabila keadaannya tidak pantas
maka ditinggalkan.
3)
Ahmad
Amin berpendapat bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak dengan memenangkan
keinginan secara terus-terusan.
4)
Ibnu
Maskawaih berpendapat bahwa akhlak ialah keadaan jiwa yang dari padanya keluar
perbuatan-perbuatan tanpa pikiran dan pertimbangan.
Kalau ditilik secara garis besarnya, maka kesemua
pengertian sebagai contoh di atas nampak tidak adanya kesamaannya. Tetapi semua
para pemikir akhlak mengakui bahwa semua pengertian itu mengandung unsur esensi
yang sama ialah: laku perbuatan yang sadar terbiasa, yang berdasarkan norma
baik buruk yang dijadikan standard dalam pergaulan.
2.
Ruang lingkup
aqidah
Menurut
Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan akidah terdiri dari[9]:
a.
Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama- nama dan
sifat- sifat Allah, Af’al dan lain- lain.
b.
Nubuwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab- kitab
Allah, mu’jizat, karamah dan sebagainya.
c.
Ruhaniyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, Jin, Iblis, Syetan,
Roh dan lain- lain.
d.
Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu
yang hanya bisa diketahui lewat sami’ (dalil naqli berupa Al- Qur’an dan sunnah
seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, tanda- tanda kiamat, surga neraka,
dan sebagainya)
Selain yang terpapar diatas, ruang lingkup aqidah bisa
juga mengikuti sistematika arkanul iman, yaitu:
1.
Iman kepada Allah SWT
2.
Iman kepada malaikat- malaikat Allah
3.
Iman kepada kitab- kitab Allah
4.
Iman kepada Nabi dan Rasul
5.
Iman kepada hari akhir
6.
Iman kepada qadha dan qadar Allah
3.
Ruang lingkup akhlak
Dalam hal ini ruang lingkup pembahasa akhlak dibagi
menjadi beberapa hal yang di antaranya[10]:
a.
Akhlak
terhadap Allah SWT
Yang dimaksud adalah sikap dan perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia terhadap Allah SWT. Ini meliputi beribadah
kepada-Nya, mentauhidkan-Nya, berdoa, berzikir, dan bersyukur serta tunduk dan
taat hanya kepada Allah SWT.
QS.Adz Dzariyat ayat 56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS.Adz Dzariyat: 56)
QS. Thaha ayat 14
ûÓÍ_¯RÎ) $tRr& ª!$# Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& ÎTôç6ôã$$sù ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# üÌò2Ï%Î! ÇÊÍÈ
Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah,
tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat
untuk mengingat aku”. (QS. Thaha ayat 14)
b.
Akhlak
terhadap Manusia
Ini dibagi menjadi tiga yaitu akhlak terhadap
diri sendiri, terhadap keluarga dan terhadap orang lain.
1) Akhlak
terhadap diri sendiri, maksudnya adalah pemenuhan kewajiban manusia terhadap
dirinya sendiri, baik yang menyangkut
jasmani maupun rohani. Ini meliputi :
a) Jujur
dan dapat dipercaya (QS Al-Taubah : 119)
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB úüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.
(QS Al-Taubah : 119)
b) Sopan
santun (QS Al-Furqan ayat :63)
ß$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$# úïÏ%©!$# tbqà±ôJt n?tã ÇÚöF{$# $ZRöqyd #sÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ cqè=Îg»yfø9$# (#qä9$s% $VJ»n=y ÇÏÌÈ
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha
Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati
dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan”. (QS Al-Furqan ayat :63)
c) Kerja
keras dan disiplin (QS Al-An’am ayat : 135)
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã ( t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? `tB Ücqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3 ¼çm¯RÎ) w ßxÎ=øÿã cqßJÎ=»©à9$# ÇÊÌÎÈ
Artinya: "Katakanlah: "Hai kaumku,
berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu
akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik
di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan
keberuntungan”. (QS Al-An’am ayat : 135)
d) Berjiwa
ikhlas (QS Al-A’raaf ayat 29)
ö@è% zsDr& În1u ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( (#qßJÏ%r&ur öNä3ydqã_ãr yZÏã Èe@à2 7Éfó¡tB çnqãã÷$#ur úüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# 4 $yJx. öNä.r&yt/ tbrßqãès? ÇËÒÈ
Artinya: “Katakanlah: "Tuhanku menyuruh
menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di
Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu
kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian
pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (QS Al-A’raaf ayat 29)
2) Akhlak
terhadap keluarga (QS. An-Nisa ayat 36)
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù ÇÌÏÈ
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri”. (QS. An-Nisa ayat 36)
3) Akhlak
terhadap Masyarakat (QS. An-Nisa ayat 36)
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù ÇÌÏÈ
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri”. (QS. An-Nisa ayat 36)
c.
Akhlak
terhadap Alam ( QS. Ar-Rum ayat 41 )
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)”. ( QS. Ar-Rum ayat 41 )
D. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian aqidah secara etimologis
(lughatan), aqidah berakar dari kata aqada ya’qidu -‘aqdan-aqidatan.
Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah
berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan ‘aqidah adalah
keyakinanan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan
mengandung perjanjian. Sedangkan secara teminologis (ishthilahan), aqidah
adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hati (mu),
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun
dengan keragu-raguan atau sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum
(axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. Yakni kesahihan dan
keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan
dengan kebenaran itu.
Sedangkan
Pengertian istilah “akhlak” diambil dari
bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yang menurut kamus Marbawi diartikan
sebagai perangai, adat. Kemudian ditranskrip ke dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Sehingga akhlak
adalah laku
perbuatan yang sadar terbiasa, yang berdasarkan norma baik buruk yang dijadikan
standard dalam pergaulan.
Menurut Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan akidah
terdiri dari: Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat, Sam’iyyat. Selain itu, ruang
lingkup aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman, yaitu: iman kepada
Allah SWT, iman kepada malaikat- malaikat Allah, iman kepada kitab- kitab Allah,
iman kepada Nabi dan Rasul, iman kepada hari akhir, iman kepada qadha dan qadar
Allah.
Sedangkan ruang lingkup
pembahasa akhlak dibagi menjadi beberapa hal yang di antaranya: akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap
Manusia (akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap
Masyarakat), akhlak terhadap Alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Amin. 1975. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: PT Bulan Bintang
H. Z.
A. Syihab. 1998. Akidah Ahlus Sunnah.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Idris
Yahya. 1983. Telaah Akhlak Dari Sudut Teoritis. Semarang: Badan penerbit
fakultas usuluddin IAIN walisongo
Semarang
M.Sholihin
dan M.Rasyid Anwar. 2005. Akhlak
Tasawuf. Bandung: Penerbit Nuansa
Nurhayati
dan Iffa Chumaida, Fitrah Aqidah Akhlak, Solo: CV Al Fath
Yunahar
Ilyas. 1993. Kuliah Aqidah Islam. yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam
[1]
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, CV Diponegoro, Bandung, 1988, hlm. 15
[2]
H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, PT Bumi Aksara, Jakarta, 1998, hlm.
1
[3]
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), PT Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm.
62
[4]
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam, yogyakarta, 1993. hlm. 1
[5]
Ibid. hlm. 2-3
[6]
Idris Yahya, Telaah Akhlak Dari Sudut Teoritis, Badan penerbit fakultas
usuluddin IAIN walisongo semarang. 1983,
hlm. 1
[7]
M.Sholihin dan M.Rasyid Anwar, Akhlak
Tasawuf, Penerbit Nuansa, Bandung, 2005, hal.17
[8]
Idris Yahya, Op.Cit, hlm. 4-7
[9]
Yunahar
Ilyas, Op.Cit, hlm 5-6
[10]
Nurhayati dan Iffa Chumaida, Fitrah Aqidah Akhlak, CV Al Fath, Solo, hlm.17-19
;p
BalasHapus;p
BalasHapus