Kamis, 10 Juli 2014

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AQIDAH DAN AKHLAK



PENGETIAN DAN RUANG LINGKUP AQIDAH DAN AKHLAK


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Materi & Pembelajaran Aqidah dan Akhlak MTs & MA
Dosen Pengampu : H. Saiful Mujab, M. S. I


Disusun Oleh :

1.    Bagus Setiyoko                : 111310
2.    Siti Karomah                   : 111322
3.    Dwi Puspita Sari             : 111334
4.    Dlian Indah Suryani       : 111346

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
2014
A.  Pendahuluan
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan ia adalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal). Keimanan itu merupakan ‘akidah dan pokok, yang di atasnya berdiri syariat Islam.[1]
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Hal itu terbukti bahwa orang rela mati untuk mempertahankan keyakinannya. Sebagai contohnya adalah dalam peperangan yang terjadi antara pasukan Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. dan para sahabatnya melawan pasukan kafir yang terjadi karena mempertahankan aqidah, bukan karena berebut negeri atau materi. Kaum musyrik tidak keberatan berbagi materi dengan Nabi, apakah harta, tahta, atau wanita sekalipun. Sehingga aqidah yang sudah mendarah daging bagi para pemeluknya tidak bisa dibeli atau ditukarkan dengan benda apapun.[2]
Dengan aqidah akan mengimbangi akhlak seseorang. Akhlak ialah menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia dengan langsung berturut-turut. Dengan keterangan ini nyata bahwa orang yang baik ialah orang yang menguasai keinginan baik dengan langsung berturut-turut, dan sebaliknya orang jahat atau durhaka.[3]
Dengan demikian, maka penting untuk memahami tentang aqidah dan akhlah. Sehingga makalah ini akan membahas  aqidah dan akhlak secara rinci.

B.  Rumusan Masalah
Dari pendahuluan di atas tentunya banyak pertanyaan yang muncul mengenai pengertian dan ruang lingkup aqidah dan akhlak, diantaranya adalah:
1.    Apa pengertian dari aqidah dan akhlak ?
2.    Bagaimana ruang lingkup aqidah ?
3.    Bagaimana ruang lingkup akhlak ?
C.  Pembahasan
1.    Pengertian aqidah dan akhlak
a.    Pengertian Aqidah
Secara etimologis (lughatan), aqidah berakar dari kata aqada ya’qidu -‘aqdan-aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan (Al-Munawwir, 1984, hal. 1023). Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan ‘aqidah adalah keyakinanan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.[4]
Secara teminologis (ishthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain:
a.    Menurut Hasan al-Banna
اَلْعَقَائِدُهِيَ اْلاُمُوْرُاَّلتِيْ يَجِبُ اَنْ يُصَدِّ قُ بِهَا قَلْبُكَ وَتَطْمَئِنُّ إِلَيْهَا نَفْسُكَ وَتَكُوْنُ يَقِيْنًا عِنْدَكَ لَايُمَازِ جُهُ رَيْبٌ وَلَايُخَا لِطُهُ شَكٌّ                                                                                                                         
“aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hati (mu), mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan’’ ( Al-Banna, tt., hal. 465)
b.    Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy :
اَلْعَقِيْدَةُهِيَ مَجْمُوْعَةٌ مِنْ قَضَايَا اْلحَقِّ اْلبَدِهِيَّةِ اْلمُسَلَّمَةِ بِاْلعَقْلِ, وَالسَّمْعِ وَاْلفِطْرَةِ, يَعْقِدُ عَلَيْهَا اْلِانْسَانُ قَلْبَهُ, وَيُثْنَي عَلَيْهَا صَدْرُهُ جَازِمًا بِصِحَّتِهَا, قَاطِعًا بِوُجُوْدِهَا وَثُبُوْتِهَالَايَرَى خِلَا فَهَا اَنَّهُ يُصِحُّ اَوْيَكُوْنُ أَبَدًا                        
 “ aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. Yakni kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu” (Al-Jazairy, 1978, hal. 21)
Untuk lebih memahami kedua definisi di atas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan sebagai berikut[5]:
1.    Ilmu terbagi menjadi dua : pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhari.
2.    Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari kebenaran, akal akan menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.
3.    Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan.
4.    Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa.
5.    Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangn dengan kebenaran itu.
6.    Tingkat keyakinan aqidah seseorang bergatung kepada tingkat pemahamannya terhadap dalil.
b.    Pengertian Akhlak
 Istilah “akhlak” diambil dari bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yang menurut kamus Marbawi diartikan sebagai perangai, adat. Kemudian ditranskrip ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan.[6] Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.
Namun ada yang mengatakan bahwa secara bahasa kata akhlak merupakan isim jamid atau ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlak adalah jama’ dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagai mana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlak atau khuluq keduanya dapat dijumpai pemakaiannya dalam al-quran al-sunnah, misalnya terdapat dalam surah Al-Qalam ayat 4 yang mempunyai arti “budi pekerti” dan surat Al-Syu’ara ayat 137 yang mempunyai pengertian “adat istiadat”[7]
Ada beberapa pendapat para pemikir akhlak, untuk memberikan deskripsi akhlak secara bulat[8]:
1)        Imam Al Ghazali berpendapat bahwa akhlak adalah gejala jiwa yang dari padanya lahir tingkah laku perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa pemikiran dan pertimbangan. Apabila yang lahir dari jiwa itu perbuatan yang baik menurut akal dan syara’, maka laku perbuatan itu baik. Akan  tetapi apabila yang lahir dari gejala jiwa itu perbuatan buruk maka perbuatan buruk.
2)        Syekh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa akhlak ialah gejala kejiwaan yang realisasinya dengan keadaan yang pantas maka dikerjakan dan apabila keadaannya tidak pantas maka ditinggalkan.
3)        Ahmad Amin berpendapat bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak dengan memenangkan keinginan secara terus-terusan.
4)        Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa akhlak ialah keadaan jiwa yang dari padanya keluar perbuatan-perbuatan tanpa pikiran dan pertimbangan.
Kalau ditilik secara garis besarnya, maka kesemua pengertian sebagai contoh di atas nampak tidak adanya kesamaannya. Tetapi semua para pemikir akhlak mengakui bahwa semua pengertian itu mengandung unsur esensi yang sama ialah: laku perbuatan yang sadar terbiasa, yang berdasarkan norma baik buruk yang dijadikan standard dalam pergaulan.
2.    Ruang lingkup aqidah
Menurut Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan akidah terdiri dari[9]:
a.       Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama- nama dan sifat- sifat Allah, Af’al dan lain- lain.
b.      Nubuwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab- kitab Allah, mu’jizat, karamah dan sebagainya.
c.       Ruhaniyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain- lain.
d.      Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sami’ (dalil naqli berupa Al- Qur’an dan sunnah seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, tanda- tanda kiamat, surga neraka, dan sebagainya)
Selain yang terpapar diatas, ruang lingkup aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman, yaitu:
1.      Iman kepada Allah SWT
2.      Iman kepada malaikat- malaikat Allah
3.      Iman kepada kitab- kitab Allah
4.      Iman kepada Nabi dan Rasul
5.      Iman kepada hari akhir
6.      Iman kepada qadha dan qadar Allah
3.    Ruang lingkup akhlak
Dalam hal ini ruang lingkup pembahasa akhlak dibagi menjadi beberapa hal yang di antaranya[10]:
a.       Akhlak terhadap Allah SWT
Yang dimaksud adalah sikap dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia terhadap Allah SWT. Ini meliputi beribadah kepada-Nya, mentauhidkan-Nya, berdoa, berzikir, dan bersyukur serta tunduk dan taat hanya kepada Allah SWT.
QS.Adz Dzariyat ayat 56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS.Adz Dzariyat: 56)
QS. Thaha ayat 14
ûÓÍ_¯RÎ) $tRr& ª!$# Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& ÎTôç6ôã$$sù ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ü̍ò2Ï%Î! ÇÊÍÈ  
Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku”. (QS. Thaha ayat 14)

b.      Akhlak terhadap Manusia
Ini dibagi menjadi tiga yaitu akhlak terhadap diri sendiri, terhadap keluarga dan terhadap orang lain.
1)   Akhlak terhadap diri sendiri, maksudnya adalah pemenuhan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri, baik yang menyangkut  jasmani maupun rohani. Ini meliputi :
a)    Jujur dan dapat dipercaya (QS Al-Taubah : 119)
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB šúüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS Al-Taubah : 119)
b)   Sopan santun (QS Al-Furqan ayat :63)
ߊ$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$# šúïÏ%©!$# tbqà±ôJtƒ n?tã ÇÚöF{$# $ZRöqyd #sŒÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ šcqè=Îg»yfø9$# (#qä9$s% $VJ»n=y ÇÏÌÈ  
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (QS Al-Furqan ayat :63)
c)    Kerja keras dan disiplin (QS Al-An’am ayat : 135)
ö@è% ÉQöqs)»tƒ (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã ( t$öq|¡sù šcqßJn=÷ès? `tB Ücqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3 ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムšcqßJÎ=»©à9$# ÇÊÌÎÈ  
Artinya: "Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan”. (QS Al-An’am ayat : 135)

d)   Berjiwa ikhlas (QS Al-A’raaf ayat 29)
ö@è% zsDr& În1u ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( (#qßJŠÏ%r&ur öNä3ydqã_ãr yZÏã Èe@à2 7Éfó¡tB çnqãã÷Š$#ur šúüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# 4 $yJx. öNä.r&yt/ tbrߊqãès? ÇËÒÈ  
Artinya: “Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (QS Al-A’raaf ayat 29)

2)   Akhlak terhadap keluarga (QS. An-Nisa ayat 36)
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur* (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ   
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An-Nisa ayat 36)

3)   Akhlak terhadap Masyarakat (QS. An-Nisa ayat 36)
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ  
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An-Nisa ayat 36)

c.       Akhlak terhadap Alam ( QS. Ar-Rum ayat 41 )
tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ  
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. ( QS. Ar-Rum ayat 41 )

D.  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian aqidah secara etimologis (lughatan), aqidah berakar dari kata aqada ya’qidu -‘aqdan-aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan ‘aqidah adalah keyakinanan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Sedangkan secara teminologis (ishthilahan), aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hati (mu), mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan atau sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. Yakni kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Sedangkan Pengertian istilah “akhlak” diambil dari bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yang menurut kamus Marbawi diartikan sebagai perangai, adat. Kemudian ditranskrip ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Sehingga akhlak adalah laku perbuatan yang sadar terbiasa, yang berdasarkan norma baik buruk yang dijadikan standard dalam pergaulan.
Menurut Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan akidah terdiri dari: Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat, Sam’iyyat. Selain itu, ruang lingkup aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman, yaitu: iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat- malaikat Allah, iman kepada kitab- kitab Allah, iman kepada Nabi dan Rasul, iman kepada hari akhir, iman kepada qadha dan qadar Allah.
Sedangkan ruang lingkup pembahasa akhlak dibagi menjadi beberapa hal yang di antaranya: akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap Manusia (akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap Masyarakat),  akhlak terhadap Alam.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin. 1975.  Etika (Ilmu Akhlak).  Jakarta: PT Bulan Bintang
H. Z. A. Syihab. 1998.  Akidah Ahlus Sunnah. Jakarta: PT Bumi Aksara
Idris Yahya. 1983. Telaah Akhlak Dari Sudut Teoritis. Semarang: Badan penerbit fakultas usuluddin  IAIN walisongo Semarang
M.Sholihin dan  M.Rasyid Anwar. 2005. Akhlak Tasawuf. Bandung: Penerbit Nuansa
Nurhayati dan Iffa Chumaida, Fitrah Aqidah Akhlak, Solo:  CV Al Fath
Yunahar Ilyas. 1993. Kuliah Aqidah Islam.  yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam



[1] Sayid Sabiq, Aqidah Islam, CV Diponegoro, Bandung, 1988, hlm. 15
[2] H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, PT Bumi Aksara, Jakarta, 1998, hlm. 1
[3] Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), PT Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 62
[4] Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, yogyakarta, 1993. hlm. 1
[5] Ibid. hlm. 2-3
[6] Idris Yahya, Telaah Akhlak Dari Sudut Teoritis, Badan penerbit fakultas usuluddin  IAIN walisongo semarang. 1983, hlm. 1
[7] M.Sholihin dan  M.Rasyid Anwar, Akhlak Tasawuf, Penerbit Nuansa, Bandung, 2005, hal.17
[8] Idris Yahya, Op.Cit, hlm. 4-7
[9] Yunahar Ilyas, Op.Cit, hlm 5-6
[10] Nurhayati dan Iffa Chumaida, Fitrah Aqidah Akhlak, CV Al Fath, Solo, hlm.17-19

2 komentar: